Pages

Minggu, 04 November 2012

Misteri Lukisan yang Selalu Berpindah Tempat



13330063181766260910
Silakan melihat dengan seksama lukisan di atas…..
Apakah ada yang aneh dalam lukisan tersebut? Tentu saja kita akan memberikan penilaian yang beragam. Mulai dari tarikan garisnya, warna dan perpaduannya, irama dan harmoninya, komposisinya, serta objek keseluruhannya, membuat sebuah persepsi yang berbeda-beda. Lukisan (ukuran 100 X 75 cm2) cat minyak di atas kanvas ini saya buat pada tahun 1996 dan saya beri nama “Penari Legong”. Sejak tahun itu pula lukisan ini saya pajang di sebuah sanggar seni rupa di kampus, dengan berbagai cerita ataupun hal-hal aneh yang “menimpa” lukisan tersebut.
Keanehan yang pertama, adalah pada saat saya ikut pameran “keroyokan” di LIA (Lembaga Indonesia Amerika) Jl. Pramuka, Jakarta Timur. Dua minggu sebelum pameran saya pesan bingkai untuk lukisan ini, namun tidak tahu kenapa ternyata bingkainya terlalu kecil, sehingga lukisan dan bingkai tidak bisa dipadukan sebagaimana mestinya. Terpaksa bingkai tetap saya pasang dengan cara menumpang di atas lukisan (sekedar untuk pameran saja). Selesai pameran saya kembalikan bingkai tersebut agar diganti dengan yang baru (saya sertakan selembar kertas berisi catatan ukuran). Namun apa yang terjadi, setelah sampai sanggar ternyata bingkainya tidak mau dipasang karena terlalu besar 1 cm di setiap sisinya. Pertama terlalu kecil dan yang kedua kebesaran. Akhirnya saya biarkan lukisan saya “telanjang” tanpa bingkai. Sampai sekarang bingkai ini masih berada di rumah saya, karena tidak ada spanram (kayu tampat menempelnya kanvas) yang ukurannya cocok.
Keanehan yang kedua adalah setiap saya mampir ke sanggar, saya selalu mendapati lukisan ini berada di pojok ruangan dalam posisi terbalik, yaitu bagian mukanya menghadap ke tembok. Tentu saja saya tidak membiarkan dan selanjutnya saya pasang kembali di tempatnya semula. Namun kejadian ini berulang dan berulang lagi, sehingga terpaksa saya menanyakan pada salah seorang yang tinggal di sanggar tersebut.
Sebut saja namanya Alim, menjelaskan bahwa lukisan tersebut sengaja diletakkan terbalik di bawah, karena sering terjadi hal-hal aneh yang berasal dari lukisan ini.
“Ah .., apa iya begitu?” tanya saya.
Alim menjelaskan bahwa pada suatu malam, salah satu mahasiswa, sebut saja Lahar, melihat lukisan ini bergerak-gerak dan dari lukisan tersebut, muncul seorang nenek-nenek turun ke lantai dan menari di depannnya. Kisah yang lain juga dialami oleh mahasiswa yang bernama Hilton, melihat hal yang sama persis seperti yang dialami temannya.
“Ah .., apa iya ada yang begitu?” pikir saya.
Untuk mencari kebenaran misteri tersebut, saya langsung menghubungi mahasiswa yang bernama Lahar dan menanyakan kebenaran cerita tersebut. Jawabnya ternyata sama dengan apa yang telah diceritakan oleh Alim, namun apa yang dilihat sebenarnya antara sadar dan tidak sadar (bermimpi tapi kelihatan sangat nyata). Begitu pula saat saya tanyakan pada Hilton, jawabannya sama.
Saya katakan pada mereka bahwa hal ini sangat mengada-ada dan perlu dibuktikan kebenarannya secara empiris. Malam harinya, lukisan saya pasang kembali di tempatnya semula. Dengan sangat terpaksa akhirnya saya nginep dengan harapan bisa “ikut berbagi” pengalaman misteri tersebut. Pagi harinya saya bangun tanpa mengalami hal-hal yang aneh sedikitpun. Sebelum pulang saya berpesan agar lukisan tetap terpasang di tempatnya dan jangan diganggu keberadaannya.
Sejak saat itu, Hilton tidak mau lagi tidur di sanggar. Entah siapa lagi yang tega berbuat, setiap saya ke sanggar, lukisan selalu berada di pojok ruangan dalam posisi terbalik. Bahkan saking lamanya saya tidak ke sanggar, tahu-tahu lukisan sudah “pindah” ke gudang. Tidak ada yang mengaku siapa yang meletakkannya di sana.
***
Akhir tahun 2002, secara tidak sengaja saya melihat lukisan “Penari Legong” ini sedang dibahas habis dalam acara “Percaya Nggak Percaya” yang ditayangkan stasiun televisi ANTV. Tentu saja pembahasannya dibuat dengan berbagai bumbu misteri, yang seolah-olah lukisan saya memang ada “isinya”. Tahu sendiri bagaimanalebay-nya narasi dan komentar yang disuguhkan pada acara-acara semacam ini (hantu, misteri, dan sejenisnya). Tidak ada apa-apa dibilang ada penampakan. Biar tambah seram, ditambah dengan ilustrasi back sound yang mencekam.
Wawancaranya dengan mahasiswa dan tokoh spiritual (host bawaan acara Percaya Nggak Percaya) menjadikan lukisan saya menyeramkan dan menakutkan. Lebihhiperbola-nya lagi, setiap orang yang melihat lukisan ini mengatakan bahwa matanya menyeramkan dan bahkan ada yang bilang kalau bola matanya sempat bergerak ke arah kiri.
***
Untuk menyelamatkan kredibilitas lukisan saya, terpaksa saya pindahkan ke ruang guru di tempat saya mengajar. Senangnya bisa sering memandang lukisan yang saya buat hampir memakan waktu tiga (3) bulan. Ada rasa kangen dan tidak tahu mengapa saya benar-benar begitu dekatnya dengan sebuah lukisan. Ketika mau mengajar, saya sempatkan memandang dengan senyum. Begitu pula ketika memasuki ruang guru, pertama kali yang saya lihat adalah lukisan itu. Dan inilah sebuah awal (lagi) dari keanehan yang ketiga.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Lukisan saya “difitnah” telah menakut-nakuti seorang guru yang kebetulan datang paling pagi. Menurut cerita beberapa orang pramubhakti (cleaning service), pagi itu pak Muamar (bukan nama sebenarnya) masuk ke ruang guru dan langsung menyalakan komputer. Tiba-tiba terdengar suara berderit berkali-kali dari arah belakangnya, sontak ia menengok dan (katanya) melihat lukisan Penari Legong sedang bergerak bagian kanan dan kirinya bergantian maju dan mundur. Tanpa melihat lebih jauh lagi, dengan segala kekuatannya sembari menabrak beberap kursi, pak Muamar langsung lari terbirit-birit sampai ketemu dengan salah seorang pramubhakti.
Waktu sore beberapa minggu kemudian, saya hampir ditabrak oleh mas Rudy (salah seorang pramubhakti) yang lari sekencang-kencangnya dari arah ruang guru. Pada saat sedang menyapu, katanya ia melihat lukisan Penari Legong sedang bergerak beradu dengan tembok yang menimbulkan suara berderit. Mas Rudy menolak kembali ke ruang guru meskipun saya menawarkan diri untuk menemani.
Tentu saja tembok ruang guru juga “bertelinga”. Paginya jadi berita yang ramai dan dengan terpaksa saya memindahkan lukisan saya di depan ruang piket, dengan harapan seandainya lukisan ini “berani macam-macam” maka akan terlihat oleh banyak orang. Kebetulan ruang piket berada di koridor utama, setelah pintu masuk sekolah. Alasan saya yaitu, sampai sekarang saya tetap yakin bahwa hal-hal misteri atau semacam hantu itu selalu dilihat oleh satu orang, dan tidak pernah dilihat oleh banyak orang. Dan saya sering juga memberi pengertian ini kepada anak-anak saya, bahkan beberapa orang lain, karena satu orang yang melihat hantu adalah ……. seorang pembohong! (mohon maaf jika di antara yang pembaca ada yang yakin pernah melihat hantu).
Benar dugaan saya. Selama berada di koridor utama hampir satu tahun, tidak lagi terdengar “gosip yang tak sedap” mengenai lukisan saya.
***
Sekali lagi, lukisan saya harus pindah karena “tempat bersemayamnya” akan dipakai untuk menaruh sebuah kanvas baru yang berisi tentang “Janji Siswa” dan pembubuhan tanda tangan masing-masing ketua angkatan. Atas “pengusiran paksa” inilah, menjadikan sebuah cerita tentang keanehan yang keempat.
Bingung mau menaruh di mana lukisan saya. Sepertinya sudah tidak ada lagi tempat untuk menggantungnya. Lagi memikirkan nasib lukisan saya, tiba-tiba ada seorang Kepala Bagian Perlengkapan meminta supaya lukisan Penari Legong dipasang saja di ruangannya. Ini yang namanya pucuk dicinta ulampun tiba. Tanpa basi-basi lagi, langsung saya bawa menuju ruang perlengkapan dan saya pasang dengan bantuan seorang tukang sekolah.
Entah ada apa dengan lukisan ini, tanpa sebab-sebab yang jelas, ternyata lukisan saya telah berpindah lagi di gudang sekolah. Menurut bagian gudang sebenarnya lukisan sudah berada di gudang hampir dua bulan. Tentu saja saya berang dan sempat curhat sama Kepala Bagian Administrasi Umum.
“Kenapa waktu memintanya baik-baik….,  kok enak saja ditaruh di gudang tanpa memberi tahu terlebih dahulu?”
Lukisan memang terlihat kusam dan berdebu. Saat itu juga langsung saya bersihkan menggunakan air dan sabun. Wow ..! terlihat seperti baru lagi lukisan kesayangan saya. Tak ada hitungan menit, Kepala Bagian Administrasi langsung “meminang” lukisan Penari Legong agar ditaruh di ruangannya, katanya lukisannya bagus banget. Tentu saja saya minta dulu keseriusannya, jangan-jangan nanti dibuang ke gudang lagi. Setelah terjadi kesepakatan, lukisan berpindah lagi di dalam ruangan baru.
Apakah kali ini bisa bertahan lama? Tentu saja jawabannya sudah kita ketahui bersama. Beberapa bulan selanjutnya, saya melihat seorang pramubhakti sedang membawa lukisan saya ke arah gudang. Kontan saja saya mengejarnya dan menanyakan maksud membawa lukisan saya. Benar dugaan kita semua! Menurut cerita, lukisan saya sempat mengganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja. Mereka sepakat agar lukisan dipindah saja ke gudang. Sekali lagi! Keputusan ini tanpa sepengetahuan saya.
Sakit hati saya. Dulu sudah sepakat ketika meminta lukisan untuk dipasang di ruangannya dan berjanji tidak akan memindahkan ke gudang. Tapi ketika saya protes mengutarakan maksud saya, hanya dibalas dengan senyum dan mimik perasaan malu dan bersalah tanpa sepatah katapun.
Barangkali memang sudah menjadi “nasib” lukisan saya yang harus berpindah, berpindah, dan berpindah lagi. Kebetulan ruangan saya sudah jadi beberapa minggu yang lalu. Dan lukisan ini memang berjodoh dengan saya.
Sekarang sudah hampir tujuh (7) tahun lukisan Penari Legong berada di ruangan saya tanpa ada kisah dan “gosip” yang aneh-aneh lagi.

0 komentar:

Posting Komentar